Selasa, 18 November 2014

Hisab dan Syafaat



Hisab dan Syafaat
Ø  Hadits Tentang Ketentuan Hisab (LM 1827 (خ. 103)
حدثنا سعيد بن ابي مريم قال اخبرنا نافع ابن عمر قال: حدثني ابن ابي مليكة ان عئشة زةج النبي ضلى الله عليه وسلم كانت لاتسمع شياء لاتعرفه الاراجعت فيه حتى تعرفه وان النبي صلى الله عليه وسلم قال: من حوسب عذب، قالت عائشة فقلت: اوليس يقول الله تعالى (فسوف يحاسب حسابا يسيرا) قالت: فقال انما ذلك العرض، ولكن من نوقش الحساب يهلك)
Dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Aisyah istri Nabi, apabila dia mendengar sabda Nabi dan dia tidak mengerti maksudnya, maka dia akan menanyakan kembali kepada Nabi sampai dia mengerti. Pada suatu ketika Nabi bersabda, “Barang siapa dihisab (diperiksa) akan disiksa”. Aisyah berkata, “Bukankah Allah berfirman, “Nanti akan dihisab dengan perhitungan yang ringan?” (QS. al-Insyiqaq: 8) Nabi menjawab, “itu hanya dihadapkan saja (dihadapan pengadilan Allah), tetapi orang yang dihisab dengan teliti akan binasa”.
Keterangan Hadits
العرض berararti menghadapkan seorang hamba didepan pengadilan Allah.
نوقش (dihisab dengan teliti). Maksudnya, bahwa pemeriksaan Allah terhadap seorang Hamba akan menyebabkan adanya siksaan, karena perbuatan baik seorang hamba tergantung apakah perbuatan tersebut diterima atau tidak. Jika bukan karena rahmat Allah yang menjadikan amal perbuatan tersebut diterima disisinya, maka dia tidak akan selamat dari siksaan.
يهلك (Binasa). Hadits ini menjelaskan antusiasme Aisyah untuk memahami makna setiap hadits, dan Nabi pun tidak pernah merasa bosan untuk menjelaskan setiap ilmu yang ditanyakan, maka hadits ini mengandung isyarat diperbolehkannya mengadakan dialog dan mendiskusikan sesuatu, menghubungkan Sunnah dan al-Qur’an serta perbedaan manusia dalam pemeriksaan (hisab) Allah.
Kemudian muncul pertanyaan, apakah hal ini tidak berarti larangan bagi para sahabat untuk banyak bertanya sesuai dengan Firman-nya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada-mu, niscaya menyusahkan kamu” (QS. al-Maaidah: 101) dan hadits Anas, “Kami dilarang untuk mengajukan pertanyaan akan sesuatu hal kepada Nabi”.
Kasus serupa juga pernah terjadi kepada selain Aisyah, seperti dalam hadits Hafshah ketika mendengar sabda Nabi yang menyatakan, “Tidak akan masuk neraka mereka-mereka yang mati syahid dalam medan pertempuran badar dan Hudaibiyah”, Hafshah berkata, “Bukankah Allah berfirman, “Dan tidak adan seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu”.(QS. Maryam: 71) kemudian Beliau menjawab: “kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Maryam: 72)
Ketika Turun ayat الذين امنوا ولم يلبسوا ايمانهم بظلم اولئك لهم الأمن وهم مهتدون, Sahabat menanyakan siapa yang tidak berbuat dzalim (aniaya) terhadap dirinya sendiri? Nabi menjawab bahwa maksuda dari kata ألظلم (aniaya) dalam ayat tersebut adalah syirik kepada Allah.
Pengertian yang dapat diambil dari ketiga hadits tersebut , الحساب (Hadits Aisyah), ألورود (Hadits Hafshah), dan ألظلم (Hadits Sahabat), yaitu adanya kata yang masih mempunyai pengrtian yang sanagt umum, maka Rasulullah menjelaskan arti khusus dari kata tersebut. Kejadian seperti ini tidak banyak terjadi dikalangan para sahabat, karena mereka mengerti dan memahami bahasa arab.
Dari sini dapat dipahami, bahwa pertanyaan yang dilarang sebagaimana yang dijelaskan didepana dalah pertanyaan yang akan menyulitkan orang yang bertanya, sebagaiaman dalam firmannya, “Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah.” (QS. ali Imran: 7) atau dalam hadits Aisyah, “Apabila kalian melihat mereka menanyakan mengenai hal itu, maka mereka adalah orang-orang yang termasuk dalam ancaman Allah pada kalimat فاخذروهم (jauhilah).” Oleh sebab itu, diceritakan bahwa Umar pernah mengingkari dan menghukum seorang bernama Subaigh karena terlalu banyak mengajukan pertanyaan.[1]
Ø  Ketika Allah Menurunkan Adzab (LM. 1828 خ. 7108)
7108. جدثنا عبد الله بن عثمان اخبرنا عهد الله اخبرنا يونس عن الزهري اخبرني حمزة بن عبد الله ابن عمر (انه سمع ابن عمر رضي الله عنهما يقول رسول الله: اذا انزل الله بقوم عذابا اصاب العذاب من كان فيهم، ثم بعثو على اعمالهم)
Dari az-zuhri, Hamzah bin Abdullah bin Umar mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Ibnu Umar ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila Allah menurunkan adzab bagi suatu kaum maka adzab akan menimpa siapa yang ada diantara mereka, kemudian mereka dibangkitkan sesuai perbuatan mereka.
Keterangan Hadits
(Bab ketika Allah menurunkan adzab kepada suatu kaum). Kalimat pelengkap bagi pernyataan ini tidak disebutkan karena cukup apa yang terdapat dalam hadits.
اذا أنزل الله بقوم عذابا (Apabila Allah menurunkan adzab bagi suatu kaum). Maksudnya, hukuman bagi mereka atas keburukan perbuatan mereka.
أصاب العذاب من كان فيهم (Adzab itu akan menimpa siapa yang berada ditengah-tengah mereka). Dalam riwayat an-Nu’man, dari Ibnu al-Mubarak disebutkan, أصاب به من بين أظهرهم (Akan menimpa siapa yang berada dikalangan mereka). Redaksi ini diriwayatkan al-Ismaili. Maksudnya, orang-orang berada diantara mereka dan tidak sependapat dengan mereka.
ثم بعثوا على أعملهم (Kemudian mereka dibangkitkan sesuai perbuatan mereka). Maksudanya, setiap salah satu dari mereka dibangkitkan sesuai amalannya. Jika dia shalil maka balasannya kebaikan, dan bila tidak maka dia dibalas dengan keburukan. Adzab tersebut menjadi pembersih bagi orang-orang shalih dan hukuman bagi orang-orang fasik. Dalam kitab Shahih Ibnu Hibban, dari Aisyah yang diriwayatkan secara marfu’, ان الله اذا أنزل سطوته بأهل نقمته وفيهم الصالحون قبضوا معهم ثم بعثوا على نياتهم وأعمالهم (Sesungguhnya Allah menurunkan hukuman-Nya kepada orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya sementara di antara mereka terdapat orang-orang yang shalih, maka direnggut bersama mereka, kemudian dibangkitkan sesuai niat dan amal mereka).
Hadits ini diriwayatkan al-Baihaqi dalam kitab asy-Syu’ab. Dia menukil pula dari al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari Aisyah secara marfu’, اذا ظهر السؤ فى ألأرض انزل الله بأسه فيهم، قيل: يارسول الله وفيهم اهل طاعة؟ قال: نعم، ثم يبعثون الى رحمة الله تعالى (Apabila tampak keburukan di muka bumi, maka Allah menurunkan adzabnya diantara mereka. Ada yang mengatakan, “Wahai Rasululullah, diantara mereka ada orang-orang yang taat kepada-Nya?” Beliau bersabda, “Benar, kemudian mereka dibangkitkan kepada rahmat Allah.”)
Ibnu Baththal berkata. “hadits ini menjelaskan hadits Zainab binti Jahsy, dimana dia berkata, أنهلك وفينا الصالحون؟ قال: نعم اذا كثر الخبث (Apabila kami akan dibinasakan sementara diantara kami ada orang-orang yang shalih? Beliau menjawab, “Benar, apabila keburukan telah merajalela.”) semuanya akan dibinasakan saat tampak kemungkaran dan kemaksiatan dilakukan secara terang-terangan.”
Saya (Ibnu Hajar) katakan, yang selaras dengan perkataannya terakhir adalah hadits Abu Bakar ash-shiddiq, dia mendengar Nabi SAW bersabda ان الناس اذا رأوا المنكر فلم يغيروه أوشك أن يعمهم الله بعقابهم (Sesungguhnya apabila orang-orang telah melihatkan kemungkaran dan tidak merubahnya maka dikhawatirkan Allah menimpakan hukuman kepada mereka secara merata). Hadits ini diriwayatkan oleh keempat imam hadits dan dinyatakan shahih oleh ibn hibban. Mengenai hadits ibnu umar pada bab tadi dan hadits Zainab binti Jahsy terdapat keserasian antara keduanya. Imam muslim mengutipnya secara berurutan, dan dia telah berupaya untuk mengompromikan keduanya hingga sampai pada kesimpulan bahwa kebinasaan mencakup orang yang taat dan pelaku maksiat. Sementara hadits Ibnu Umar memberi tambahan bahwa orang yang taat ketika dibangkitkan akan diganjar sesuai amalannya.
Hadits serupa  juga diriwatkan dari hadits Aisyah secara marfu’, العجب ان ناسا من أمتى يؤمون هذا البيت حتى اذا كانوا باليداء جسف بهم، فقلنا: يا رسول الله ان الطريق قد تجمع الناس، قال: نعم فيهم المستبصر والمجبور وابن السبيل يهلكون مهلكا واحدا ويصدرون مصادر شتى، يبعثهم الله نياتهم (Menakjubbkan bahwa orang-orang diantara umatku datang kerumah ini (Ka’bah) hingga ketika berada dipadang luas mereka ditenggelamkan ke perut bumi, kami berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya jalan bisa saja mengumpulkan manusia.” Beliau bersabda, “Benar, diantara mereka ada yang sengaja, terpaksa, dan orang yang dalam perjalanan. Mereka dibinasakan sekaligus dan bangkit dari tempat yang berbeda-beda. Allah membangkitkan mereka sesuai niat-niat mereka.”) hadits ini diriwayatkan Imam Muslim.
Dia juga menukil dari hadist Ummu Salamah sama sepertinya denga redaksi, فقلت يارسول الله فكيف بمن كان كارها؟ قال: يخسف بهم معهم ولكنه يبعث يوم القيامة على نيته (Aku berkata, “Wahai Rasululullah, bagaimana dengan orang yang terpaksa?” Beliau bersabda, “Dia ditenggelamkan bersama mereka akan tetapi dibangkitkan Hari kiamat sesuai niatnya.”) selain itu, dia meriwatkan dari hadits jabir secara marfu’, يبعث كل عبد على ما مات عليه (Setiap hamba dibangkitkan sesuai dengan kondisi dia meninggal).
Ad-Dawudi berkata, “Makna hadits Ibn Umar, sesungguhnya umat-umat yang diadzab karena kekufuran, diantara mereka orang-orang pasar dan yang tidak termasuk golongan mereka. Mereka ditimpa adzab seluruhnya sesuai ajal mereka, kemudian dibangkitkan menurut amal-amal mereka. Ada yang mengatakan bahwa apabila Allah menghendaki adzab bagi suatu umat, maka perempuan-perempuan mereka dijadikan mandul selama lima tahun sebelum adzab ditimpakan, agar adzab itu tidak menimpa anak-anak yang belum ditulis amalannya.”
Pernyataan ini tidak memiliki dasar, dan cakupan umum hadits Aisyah ra justru menolaknya. Fakta juga berbicara dimana satu perahu dipenuhi laki-laki, perempuan, dan anak-anak, lalu ditenggelamkan dan mereka binasa semuanya. Begitu pula suatu pemukiman yang terbakar. Atau satu rombongan yang disergap perampok lalu binasa semuanya atau sebagian besarnya. Atau suatu negeri yang diserang orang-orang kafir dan penduduknya dibunuh. Kejadian seperti ini telah dilakukan kaum Khawarij sebelumnya, lalu diikuti kaum Qaramithah, dan dilanjutkan oleh Tatar.
Qadhi Iyadh berkata, “Imam Muslim menyebutkan hadits jabir, يبعث كل عبد على مامات عليه (Setiap hamba dibangkitkan dalam kondisi dia meninggal), sesudah hadits jabir yang diriwayatkan secara marfu’, لايموتن احدكم الا وهو يحسن الظن بالله (Tidaklah salah seorang dari kamu meninggal melainkan dia berbaik sangka kepada Allah), untuk mengisyaratkan bahwa ia menafsirkan hadits sebelumnya. Kemudian dia mengiringinya dengan hadits, ثم بعثوا على أعمالهم (Kemudian mereka dibangkitkan sesuai amal-amal mereka), untuk mengisyaratkan bahwa meski ia menafsirkan hadits seblumnya, akan tetapi tidak hanya terbatas kepadanya, bahakan ia mencakup hal itu dan juga selainnya. Hal ini didukung hadits yang disebutkan sesudahnya, ثم يبعثهم الله على نياتهم (Kemudian Allah membangkitkan mereka sesuai niat-niat mereka)”.
Kesimpulannya keberadaan mereka yang meninggal bersama-sama tidak menimbulkan konsekuensi adanya kesamaan pahala atau siksaan, bahkan setiap orang dibalas sesuai dengan niat amalannya.
Ibnu Abi Jamrah cenderung mengatakan bahwa mereka yang mengalami hal seperti itu adalah mereka yang tidak melakasanakan amar ma’ruf nahi mungkar. Sedangkan mereka yang melakukannya adalah orang-orang mukmin sejati. Allah tidak akan menurunkan adzab kepada mereka, bahkan adzab itu ditolak dengan sebab mereka. Hal ini diperkuat dengan firman Allah surah al-Qashah ayat 59, وما كنا مهلكى القرى الا واهلها ظالمون (Dan tidak pernah (pula) kami membinasakan kota-kota kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kedzaliman), dan Firmannya dalam surah al-Anfal ayat 33, وما كان الله ليعذبهم وانت فيهم، وما كان الله معذبهم وهم يستغفرون (Dan Allah sekali-kali tidak mengadzab mereka, sedangkan kamu berada diantra mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengdzab mereka, sedang mereka meminta ampunan). Ayat ini menunjukkan bahwa adzab akan menimpa siapa saja yang tidak mencegah kemungkaran meski dia tidak melakukan kemungkaran tersebut.
Firman Allah dalam surah an-Nisa ayat 140, فلا تقعدوا معهم حتى يخوضوا فى حديث غيره انكم اذا مثلهم (Maka janganlah kamu duduk bersama mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungghuhnya (kalau kami berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka). Dari sini diambil pelajaran bahwa anjuran menyingkir dari lingkungan orang-orang kafir dan zhalim dilakukan karena tinggal bersama mereka termasuk menjerumuskan diri dalam kebinasaan. Ini apabila tidak menolong dan ridha atas perbuatan mereka. Hal ini diperkuat dengan perintah Nabi SAW agar segera keluar dari negeri kaum Tsamud. Sedangkan membangkitkan mereka berdasarkan amal-amal mereka merupakan hukum yang adil, sebab amal shalih hanya diberikan balasannya diakhirat. Sedangkan didunia, cobaan apapun yang menimpa mereka akan menjadi penghapus perbuatan buruk sebelumnya. Adzab yang dikirimkan didunia untuk orang-orang dzalim juga menimpa orang-orang yang tinggal bersama mereka dan tidak mengingkari kedzaliman. Ini dianggap sebagi balasan atas mereka karena meninggalkan prinsip agama, tetapi pada hari kiamat, setiap orang akan dibangkitkan dan dibalas seuai dengan amalannya.
Dalam hadits ini terdapat peringatan dan ancaman keras bagi orang yang tidak mencegah kemungkaran. Lalu bagaimana lagi dengan mereka yang berbasa-basi seraya meninggalkan prinsip agama? Bagaimana pula dengan orang yang ridha terhadap kemungkaran? Dan bagaimana dengan orang yang membantu?
Saya (Ibnu Hajar) katakan, maksud dari perkataannya adalah orang-orang yang taat tidak akan ditimpa adzab didunia akibat perbuatan pelaku maksiat. Ini juga menjadi kecenderungan al-Qurthubi dalam kitab at-Tadzkirah. Tetapi apa yang kami kemukakan sebelumnya lebih sesuai dengan makna hadits secara tekstual. Pendapat ini juga menjadi kecenderungan al-Qadhi Ibnu al-Arabi. Pembahasan lebih lanjut tentang masalah ini akan dikemukakan ketika menjelaskan hadits Zainab binti Jahsy, أنهلك وفينا الصالحون؟ قال: نعم اذا كثر الخبث (Apakah kami akan binasa sementar diantara kami terdapat orang-orang yang shalih? Beliau bersabda, “Benar, apabila keburukan telah merajalela,”) diakhir pembahasan tentang fitnah.
Ø  Firman Allah لوكان البحر (LM. 121)
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (Lihat QS. al-Kahfi (108): 109)
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah.[2] Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Lihat QS. Luqman (31): 27)
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy.[3] Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. ( Lihat QS. al-A'raf (7): 54)

Sakhkhara berarti dzallala (menundukkan)
عن ابي هريرة، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: تكفل الله لمن جاهد فى سبيله لايخرجه من بيته الا الجهاد فى سيبله وتصديق كلمته أن يدخله الجنة او يرده الى مسكنه بما نال من اجر اوغنيمة.
7463. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah menjamin bagi yang berjihad dijalan-Nya, tidak ada yang mengeluarkannya dari rumahnya kecuali jihad di jalan-Nya dan membenarkan kalimat-Nya, bahwa Allah akan memasukkannya ke surga atau mengembalikannya ke tempatnya dengan memperoleh ganjaran atau harta rampasan perang.”
Keterangan Hadits
(Bab firman Allah, “katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku hingga firmannya kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)). Dalam riwayat Abu Zaid al-Marwazi dicantumkan dengan redaksi, الى اخر الأية (Hingga akhir ayah). Sementara dalam riwayat Karimah ayatnya dicantumkan secara lengkap.
ولو أن ما فى الأرض من شجرة أقلام والبحر يمده من بعده سبعة أبحر مانفدت كلمات الله (Dan seandainya pohon-pohon dibumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)Nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah). Ada riwayat tentang sebab turunnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad shahih dari Ibnu Abbas mengenai kisah pertanyaan orang-orang yahudi yang menanyakan tentang ruh dan turunnya firman Allah dalam surah al-Isra’ ayat 85, قل الروح من أمر ربي وما أوتيتم من العلم الا قليلا (Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”). Mereka berkata, “Bagaimana itu, padahal kami telah diberi taurat?” lalu turunlah ayat, قل لوكان البحر مدادا لكلمات ربي (katakanlah, “kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku”).
Abdurrazzaq menukil riwayat tentang penafsirannya dari jalur al-Jauza’, dia berkata, “seandainya seluruh pepohonan dibumi ini menjadi pena dan semua laut menjadi tinta, tentu semua air akan habis dan semua pena rusak sebelum habis menulis kalimat-kalimat Allah.”
Diriwayat dari Ma’mar, dari qatadah, bahwa orang-orang musyrik mengatakan tentang al-Qur’an ini, “itu hampir habis”. Lalu turunlah ayat ini.
Ibnu Abi Hatim juga menukil riwayat yang menyerupai itu dari jalur Sa’id bin Abi Arubah, dari Qatadah, didalamnya disebutkan, “lalu Allah menurunkan Ayat, seandainya pepohonan bumi menjadi pena dengan lautan yang ditambahkan tujuh lautan lagi sebagai tinta (nya), tentu akan pecahlah pena-pena itu dan habislah seluruh air laut itu sebelum habis (kalimat-kalimat Allah).”
Ibnu Abi Hatim berkata: ayahku menceritakan kepada kami: Aku mendengar ahli ilmu mengatakan tentang firman Allah dalam surah al-Qamar ayat 49, انا كل شيئ خلقناه بقدر (sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran), dari firman-Nya dalam surah al-Kahfi ayat 109, قل لوكان البحر مدادا لكلمات ربي لنفد البحر (Katakanlah, “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lauta itu”), “ini menunjukkan bahwa al-Qur’an bukan makhluk, karena jika al-Qur’an sebagai makhluk tentu ada ukurannya dan ada batasnya. Selain itu, tentunya akan habis pula sebagaimana habisnya para makhluk.” Lalu dia membacakan firman Allah, قل لوكان البحر مدادا لكلمات ربي (Katakanlah, “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku...)
ان ربكم الله الذي خلق السماوات والأرض في ستة ايام ثم استوى على العرش يغشي الليل النهار) سخر: ذلل (sesungguhnya Tuha kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang. Makna sakhkhara adalah dzallala (menundukkan)). Demikian redaksi yang dicantumkan dalam riwayat Abu Dzar dari al-Mustamli. Sedangkan riwayat Abu Zaid al-Marwazi dicantumkan, وقوله (ان ربكم الله) وساق الى ان قال بعد قوله (على العرش) الى قوله (تبارك الله رب العالمين) (dan firmannya, “sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah lalu dia kemukakan hingga setelah firmannya, “diatas Arsy” hingga maha suci Allah, Tuhan semesta alam”) Riwayat Karimah mencantumkan ayat ini secara lengkap.
Pada bab ini Imam Bukhari mengemukakan hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya, تكفل الله لمن جاهد فى سبيله (Allah menjamin bagi yang berjihad dijalan-Nya). Yang dimaksud dari hadits disini adalah redaksi, وتصديق كلمته (dan membenarkan kalimatnya). Dalam salah satu naskah (salinan) dari jalur Abu Dzar dicantumkan dengan bentuk jamak, وكلمات (dan klimat-kalimat).
Ibn at-Tin berkata, “mungkin yang dimaksud dengan kalimat-kalimatnya adalah perintah untuk berjihad dan pahala yang dijanjikan-nya. Mungkin juga yang dimaksud adalah kalimat dua syahadat, dan bahwa membenarkannya akan memantapkan jiwanya dalam memusuhi orang-orang yang memusuhi dua syahadat itu dan ambisi untuk membunuhnya.”
خلق السماوات والأرض في ستة أيام (Menciptakan langit dan bumi dalam enam masa).[4]
يغشي الليل النهار (Dia menutupkan malam kepada siang). Maksudnya, dia juga menutupkan siang kepada malam, namun redaksi ini dibuang karena sudah tersirat dalam firmannya dalam surah al-Hajja ayat 11, يولج الليل في النهار ويولج النهار في الليل (Memasukkan malam kedalam siang dan memasukkan siang kedalam malam). Yang dimaksud dari ayat ini adalah redaksi, الا له الخلق والأمر (Ingatlah, menciptakan dan ememrintahkan hanyalah hak allah).[5]
Ø  Setiap Nabi Mempunyai Do’a yang dikabulkan (LM. 122 خ. 6304-6305)
عن أبي هريرة، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لكل نبي دعوة مستجابة يدعون بها، وأريد أن أختبئ دعوتي شفاعة لأمتي فى الأخيرة.
6304. dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap nabi mempunyai satu doa mustajab yang dipanjatkannya, dan aku ingin menahan doaku sebagi syafaat untuk umatku di akhirat nanti”.
عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لكل نبي سأل سؤلا-أو قال: لكل نبي دعوة قد دعا بها – فاستجيب، فجعلت دعوتي شفاعة لأمتي يوم القيامة.
6305. Dari Anas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Setiap nabi telah menyampaikan suatu permintaan atau beliau bersabda, “Setiap nabi memounyai satu doa yang telah dipanjatkannya.” Lalu doa itu dikabulkan. Namun aku menjadikan doaku sebagai syafaat untuk umatku pada hari Kiamat nanti.”
Keterangan Hadits:
(Bab setiap nabi mempunyai doa yang dikabulkan). Demikian yang disebutkan dalam riwayat Abu Dzar, sedangkan dalam riwayat yang lain tidak mencantunkan kata “bab” sehingga judul ini termasuk judul yang pertama (dirangkaikan dengan ayat yang tercantum setelah “Kitab Do’a”). Kesesuaiannya dengan ayat tersebut adalah sebagai isyarat bahwa sebagian doa tidak dikabulkan seperti yang diminta.
مستجابة (Mustajabah (dikabulkan)). Demikian redaksi yang dicantumkan dalam riwayat Abu Dzar, tetapi saya tidak melihatnya pada riwayat yang lain, dan tidak pula pada naskah kiatb al-Muwaththa’.
يدعو بها (yang diapnjatkannya. Dalam riwayat al-A’masy dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah ditambahkan, فيجعل كل نبي دعوته (Lalu sebagian nabi menyegerakan doanya). Sedangkan dalam hadits Anas, yaitu hadits kedua pada bab ini disebutkan, فاستجاب له (lalu doa itu dikabulkan)
وأريد أن أختبئ دعوتي شفاعة لأمتي فى الأخرة (Dan aku ingin menahan doaku sebagai syafaat untuk umatku di akhirat nanti). Disebutkan dalam riwayat Abu Salamah dari Abu Hurairah yang akan dikemukakan pada pembahasan tentang tauhid, فأريد انشاء الله أن أختبئ (Maka aku ingin isnya Allah menyembunyikannya). Tambahan ان شاء الله ini berfungsi untuk memohon keberkahan. Sedangkan dalam riwayat Muslim yang berasal dari riwayat Abu Shalih, dari Abu Hurairah disebutkan, واني اختبأت (Dan sesungguhnya aku telah menyembunyikan). Selain itu, dalam hadits Anas disebutkan, فجعلت دعوتي (maka aku jadikan doaku) dan tambahan, يوم القيامة (Pada hari kiamat). Abu shalih juga menambahkan redaksi, فهي نائلة ان ساء الله من مان من أمتي لايشرك با لله شياء (Insyaallah itu akan berlaku bagi umatku yang meninggal dengan tidak mempersekutukans esuatupun dengan Allah).
Tampaknya, Nabi SAW ingin menunda doanya, kemudian beliau bertekad dan benar-benar melakukannya (yakni menangguhkannya). Beliau mengharap hal itu terjadi, lalu Allah memberitahu kepada beliau dan menetapkannya.
Zhahir hadits ini terasa janggal, karena banyak sekali doa para nabi yang telah dikabulkan, apalagi Nabi kita SAW. Hal ini karena zhahir riwayat tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah doa yang dijamin terkabul, sedangkan yang lain adalah doa-doa yang diharapkan terkabul.
Selain itu ada yang berpendapat, bahwa makna لكل نبي دعوة (setiap nabi mempunyai satu doa) adalah doa yang paling utama, yang tentunya mereka juga mempunyai doa-doa yang lain. Ada juga yang berpendapat bahwa setiap nabi mempunyai satu doa yang dikabulkan untuk umatnya, baik untuk membinasakan mereka atau pun untuk menyelamatkan mereka. Sedangkan doa-doa yang khusus, diantaranya ada yang dikabulkan dan ada juga yang tidak dikabulkan.
Adapula yang berpendapat bahwa setiap nabi mempunyai doa yang dikhususkan untuk kehidupan dunianya atau dirinya, seperti doa Nuh dalam surah Nuuh ayat 26, رب لاتذر على الأرض من الكافرين ديارا (Janganlah engkau biarkan seorangpun diantara orang-orang kafir itu tinggal diatas bumi.), doa zakariya dalam surah maryam ayat 5, فهب لي من لدنك وليا يرثني (maka anugerahilah aku dari engkau seorang putera), doa sulaiman seperti yang disebutkan dalam surah shaad ayat 35, وهب لي ملكا لاينبغي لأحد من بعدى (dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak memiliki oleg seorang jua pun sesudahku). Demikian pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu at-Tin.
Pensyarah kitab al-Mashahib mengatakan, “Ketahuilah, semua doa para nabi adalah dikabulkan. Sedangkan yang dimaksud dalam hadits ini adalah setiap nabi mendoakan kebinasaan bagi umatnya, kecuali aku. Aku tidak mendoakan kebinasaan bagi umatku, maka aku diberi syafaat sebagai penggantinya atas kesabaran terhadap tindak aniaya mereka. Yang dimaksud dengan umat adalah umat yang diseru tapi menolak, bukan umat yang menerima patuh.”
Namun ath-Thabari menyangkal pernyataan itu, karena Nabi SAW pernah mendoakan kebinasaan untuk beberapa suku Arab, beberapa orang quraisy dengan menyebutkan nama-nama mereka, dan juga suku Ri;il, Dzakwan dan Mudhar. Dia berkata, “yang lebih tepat adalah, Allah menetapkan untuk setiap nabi sebuah doa yang dikabulkan terhadap umatnya, lalu masing-masing nabi telah mendapatkannya sewaktu di dunia. Sedangkan Nabi kita SAW, ketika beliau mendoakan terhadap sebagian umatnya, diturunkanlah ayat kepada beliau dalam surah ali Imran ayat 128, ليس لك من الأمر شيئ أويتوب عليهم أو يعذبهم (Tidak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka), maka doa mustajab itu tersimpan untuk akhirat. Kebanyakan yang beliau doakan keburukan atas mereka tidak dimaksudkan untuk membinasakan mereka, tapi untuk membuat mereka takut sehingga mereka bertaubat. Tantang pernyataannya (maksudnya pernyataan seorang pensyarah kitab al-Mashahib) yang pertama, bahwa semua doa para nabi dikabulkan, maka ini berarti dia melewatkan hadits shahih yang menyebutkan, سألت الله ثلاثا فأعطاني اثنتين ومنعني واحدة (Aku meminta tiga hal kepada Allah, lalu dia memberiku dua hal dan tidak memberiku suatu hal).”
Ibnu Baththal berkata, “Hadits ini menunjukkan keutamaan Nabi kita SAW terhadap para nabi lainnya, karena beliau lebih mementingkan umatnya daripada dirinya sendiri dan keluarganya dengan doa mustajab tersebut. Selain itu, beliau tidak menjadikan doa mustajab itu untuk kebinasaan sebagaimana yang dikeluarkan oleh para nabi yang lain”.
Ibnu al-Jauzi berkata, “ini termasuk baiknya sikap Nabi SAW, karena beliau menjadikan doa itu untuk sesuatu yang sangat utama. Diantara kemuliaan beliau adalah lebih mengutamankan umatnya daripada dirinya. Berdasarkan penglihatan yang tajam, beliau menjadikan doa itu untuk orang-orang yang berdosa dikalangan umatnya, karena mereka lebih membutuhkan itu daripada mereka yang taat.”
An-Nawai berkata, “Hadits ini menunjukkan kesempurnaan kasih sayang beliau SAW terhadap umatnya dan kejadiannya terhadap kemaslahatan mereka. Oleh sebab itu, beliau menjadikan doanya untuk waktu yang palaing mereka butuhkan.”
Sedangkan tentang sabda beliau, فهي نائلة (itu berlaku), ini sebagi dalil bagi ahlus Sunnah, bahwa orang yang meninggal dengan tidak mempertsekutukan Allah, maka dia tidak dikenaldineraka. Walaupun meninggal dalam keadaan melakukan dosa besar.
لكل نبي سأل سؤالا أوقال: لكل نبي دعوة (setiap nabi telah menyampaikan suatu permintaan atau beliau bersabada, “setiap nabi mempunyai satu doa”) demikian redaksi yang disebutkan disertai keraguan. Imam muslim tidak mengemukakan redaksinya, tetapi beralih pada jalur Qatadah yang berasal dari Anas. Selain itu, Ibnu Mandah meriwayatkannya dalam kitab al-iman dari jalur Muhammad bin al-A’la dengan redaksi tersebut, dan dari jalur al-Hasan bin al-Rabi’, Musaddad dan lainnya, dari Mu’tamir, dengan keraguan, redaksinya adalah, كل نبي قد سأل سؤالا أو قال: لكل نبي دعوة قد دعا بها (setiap nabi telah memintakan suatu permintaan atau beliau bersabda, “Setiap nabi mempunyai doa yang telah diapnjatkan”.) Redaksi riwayat Qatadah yang diriwatakan Imam Muslim, لكل نبي دعوة لأمته (setiap nabi mempunyai doa untuk umatnya) lalu disebutkan haditsnya tanpa disertai keraguan.


[1] Keterangan yang lebih lengkap lihat pada kita al- I’tisham dan ar-Riqaq.
[2] Yang dimaksud dengan kalimat Allah Ialah: ilmu-Nya dan Hikmat-Nya.
[3] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[4] Penejlasannya telah dipaparkan dalam penjelasan hadits Ibnu Abbas dalam tafsir surah Haamim Fushshilat.
[5] Penjelasan lebih lanjut lihat pada bab Firman Allah والله خلقكم وما تعملون yaitu pada bagian terakhir pembahasan ini.

1 komentar:

  1. Makasih admin untuk ilmu. Afwan. Jika berkenan. Saya ada usul buat ganti warna font nya, kurang nyaman saya baca dgn warna font hijau.. Barakallahu fiikum

    BalasHapus